Minggu, 20 Juni 2010

















Kecap Bango sukses menggarap pasar kecap di Tanah Air. Komunikasi below the
line jadi andalan.

Ada dua jawara di pasar kecap nasional: ABC dan Bango. Dalam beberapa tahun
terakhir kedua merek ini bertarung sengit memperebutkan "kue" pasar kecap yang
besar itu. Situasi kompetisi tambah ketat, serangan bukan cuma datang dari
merek-merek nasional namun juga dari merek-merek lokal. "Tapi, kami percaya
bahwa kami akan tetap bisa bersaing dan berkembang. Bahkan akan lebih baik
lagi," kata Memoria Dwi Prasita, Brand Manager Kecap Bango PT Unilever
Indonesia.

Optimisme Memoria cukup beralasan. Sebab, walaupun ABC hingga kini tetap
memimpin pasar, tapi posisinya semakin didekati oleh Bango. Kondisi itu
terlihat jelas dalam Top Brand Index (TBI) 2008, di mana ABC memperoleh indeks
48,5% dan Bango 40,6%. Selisihnya memang masih 8%, namun jarak antara keduanya
tiap tahun kian dekat. Bukan itu saja, TBI ABC dalam enam tahun terakhir
cenderung menurun, sebaliknya TBI Bango terus menanjak (lihat grafik 4).

Mungkin rasa "waswas" kecap ABC bisa sedikit berkurang jika melihat tren
commitment share. Dalam hal ini, ABC ada peningkatan dari 45,0% (2007) menjadi
47,2% (2008); sementara Bango turun dari 42,8% (2007) menjadi 42,0% (2008).
Artinya, konsumen yang ingin membeli ABC di masa mendatang cenderung naik,
sedangkan Bango sedikit menurun (lihat grafik 3).

Kendati demikian, ABC mesti melancarkan strategi mumpuni untuk meredam
agresivitas Bango. Jika tidak, pelan-pelan pangsanya akan terus digerogoti oleh
Bango. Merek ini sejak tahun 2003 menunjukkan tren market share yang terus
meningkat; dari semula 15,6% kini telah berlipat menjadi 40,4% (lihat grafik
2). Jurus apakah yang telah dilancarkan Bango?

Konsisten

Kelahiran kecap Bango berawal pada tahun 1928 sebagai merek lokal di daerah
Jawa Barat dan Jakarta. Sejak pertama kali dirilis, merek ini terus berkembang
dan semakin kuat di pasar kecap di kedua wilayah itu. Melihat potensi besar
kecap ini, pada tahun 2001, PT Unilever Indonesia melamar Bango sebagai salah
satu merek yang kemudian dikembangkan di bawah divisi makanan.

Sejak mengakuisisi merek tersebut, terus menggeber inovasi pada kecap Bango.
Salah satunya dengan memproduksi berbagai kemasan dan ukuran untuk membidik
pasar kelas ekonomi yang lebih luas. "Kami meluncurkan kemasan plastik isi
ulang. Dan tahun 2007, kami meluncurkan kemasan sachet," kata Memoria.

Menurutnya, sejak awal Bango yang merupakan kecap manis ini ditujukan untuk
segmen ibu rumah tangga kelas AB berusia 25-45 tahun. Sementara itu,
positioning-nya sejak 2001 sampai sekarang tidak berubah yakni menempatkan
Bango sebagai kecap berkualitas lantaran dibuat dari empat bahan alami pilihan:
Kedelai hitam, gula kelapa, air, dan garam tanpa tambahan MSG, pengawet maupun
pewarna.

"Kualitas produk kami terletak dari hulu sampai hilir. Artinya, dari mulai
pembibitan, penanaman, pemilihan bahan mentah murni dari alam, proses produksi
untuk menghasilkan produk jadi sampai ke tangan konsumen dengan sentuhan rasa
kecap yang mantap," tandasnya.

Namun, upaya membangun brand personality yang kuat bukanlah perkara mudah. Ini
pun diakui Memoria. Dalam hal ini, Unilever berangkat dari brand personality
yang sudah ada, lalu melakukan analisis dengan melihat kompetisi dan visi Bango
dalam jangka panjang. "Dari situ, kami mengintegrasikannya secara konsisten di
dalam elemen-elemen bauran pemasaran. Mulai dari desain kemasan, iklan, materi
promosi, sampai mekanisme promosi di pasar. Dengan begitu, kapan pun dan di
mana pun, orang akan melihat Bango dengan personality yang sama," tegasnya.

Perlahan tapi pasti, Unilever memperlebar cakupan distribusi kecap Bango secara
nasional. Seiring dengan itu, komunikasi melalui jalur above the line dan below
the line (BTL) pun ditempuh. Salah satu kegiatan BTL yang cukup akrab, semarak,
sekaligus dekat dengan masyarakat adalah Festival Jajanan Bango. Festival
tahunan ini digelar sebagai andil pelestarian makanan tradisional yang semakin
tergencet oleh makanan mal dan pabrikan. Karena tradisi kuliner tidak bisa
dipisahkan dari budaya, acara ini memadukan jajanan dengan kesenian
tradisional. Di televisi, acara serupa tertuang dalam program Bango Cita Rasa
Nusantara.

Festival Jajan Bango (FJB) ini merupakan strategi yang jitu. Acara tersebut
dihadiri oleh ribuan pengunjung dan pedagang yang menjajakan makanannya.
"Dengan mengenal, menikmati, dan menyukai makanan tradisional, kami berharap
masyarakat dapat melestarikan makanan itu. Festival ini kami gelar terus karena
dalam festival pertama dan kedua, antusiasme masyarakat luar biasa," kata Heru
Prabowo, Senior Brand Manager Kecap Bango saat membuka Festival Jajan Bango
tahun 2007 di Plaza Selatan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

Untuk semakin mendekatkan diri dengan masyarakat, festival ini mengundang
secara khusus penjaja makanan khas Nusantara dari tiga kota yang ditunjuk
sebagai "Duta Bango". Bahkan, Bango juga menggelar kompetisi dekorasi (best
decoration), pelayanan pada pelanggan terbaik (best service), Bango Photo
Contest, Bango Writing Contest, dan Bango Blogger Contest.

Di samping menggelar FJB, Bango juga pernah menggelar Piknik Ala Bango. Dalam
acara rekreasi itu, diperagakan pula oleh para koki dalam memasak makanan
dengan menggunakan kecap Bango. Acara ini diadakan di 50 kecamatan di lima kota
besar di Indonesia.

Secara tidak langsung, program CSR dari Bango pun ikut mendongkrak brand Bango
itu sendiri. Unilever berhasil dalam memberdayakan komunitas petani kedelai
hitam (Black Soya Bean). Program kemitraan ini berjalan secara mutualistis,
saling menguntungkan kedua belah pihak.

"Bango tidak pernah pergi dari apa yang sudah di-value konsumen selama ini.
Positioning kami tetap dari dulu sampai sekarang. Tapi, kami juga tidak mau
terjebak menjadi merek yang ketinggalan zaman. Kami harus progresif, namun
tetap pada koridor positioning dan personality yang sama," kata Memoria.

Selain promosi yang gencar dalam upaya pull market, kunci lain kesuksesan
Unilever dalam membesarkan kecap Bango juga didapat dari upaya push market
dengan distribusi yang merata ke seluruh pasar Indonesia. Dengan demikian,
konsumen bisa menemukan merek ini di warung-warung.

Berkaitan dengan kompetisi, Memoria masih optimis Bango mampu melaju di pasar
lantaran kategori Bango cukup unik. Yaitu, kategori kecap manis yang sudah
dikenal sejak zaman dulu dan tidak terpisahkan dengan budaya kuliner Indonesia.
"Ini yang membuat relasi kami dengan konsumen Indonesia kuat. Kami tidak
sekadar menyuguhkan fungsi, tapi juga sentuhan emosional. Jadi, kami percaya
merek kami tidak akan ditinggalkan," katanya.

Senin, 07 Juni 2010

Cara Mengubah Foto Menjadi Sketsa Pensil

Langkah 1 :
Buka Photoshop kemudian masukkan foto yang akan diubah menjadi sketsa pensil.










Langkah 2 :
Tekan ctrl + j untuk menduplikatkan layer..


Langkah 3 :
Setelah menduplikatkan layer, klik ctrl + shift + U. setelah melakukan langkah diatas maka foto akan berubah menjadi hitam putih seperti foto dibawah..










Langkah 4 :
Sama seperti langkah ke 2, tekan ctrl + j untuk menduplikatkan layer.


Langkah 5 :
Klik ctrl + i untuk membua foto menjadi seperti klise atau film.
lihat gambar dibawah.














Langkah 6 :
Setelah gambar tertampil sperti film, kemudian arahkan mouse pada menu filter > blur > gaussian blur... tentukan radius pixelsnya menjadi 3,3. kemudian klik OK.
foto akan berubah seperti dibawah.















Langkah 7 :
setelah foto seperti foto diatas, arahkan mouse pada set the blending mode for the layer. lihat gambar dibawah ini.







Ganti "normal" menjadi "color dodge"
kemudian gambar akan menjadi sketsa pencil.




Selamat Mencoba..!!!!